~Teknologi Sederhana Dari Fuel Cell
Meningkatnya penguasaan ruang, waktu, dan materi menuntut semakin besarnya sumber energi yang diperlukan. Sebut saja alat transportasi seperti mobil atau bus, alat komunikasi seperti laptop, handphone dan televisi, peralatan rumah tangga, sampai eskalator atau lift di gedung bertingkat. Semua benda tadi memerlukan energi. Tanpa pasokan energi, segala jenis teknologi tersebut tidak akan berfungsi.
Teknologi konvensional menggunakan minyak bumi sebagai sumber energi dipandang kurang efisien serta menimbulkan polusi udara. Pembakaran minyak bumi menghasilkan karbon monoksida (CO) dan karbondioksida (CO2) yang berbahaya. Sebagai solusi, baru-baru ini telah dikembangkan teknologi fuel cell yang terus mengalami riset dan pengembangan di beberapa negara maju. Teknologi fuel cell ini dipandang lebih efisien, tidak menimbulkan polusi seperti halnya pembangkit energi tenaga minyak bumi.
Beberapa negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat, Jerman, Inggris, dan Prancis sudah mulai menerapkan teknologi fuel cell pada pembangkit energi di gedung-gedung bertingkat dan rumah tangga, bus, mobil, atau alat-alat elektronik seperti PDA dan handphone dalam bentuk prototipe. Bahkan, beberapa pihak sudah mengomersialkan teknologi ini seperti yang dilakukan pabrikan Toyota dan Mercedes benz.
Dana yang dibutuhkan dalam mengembangkan dan mewujudkan teknologi energi yang ramah lingkungan membutuhkan investasi yang sangat besar. Baru-baru ini pemerintah Cina bekerja sama dengan UNDP (United Nations Development Program) dan GEF (Global Environment Fund) akan memesan enam unit bus tenaga fuel cell sebagai bentuk kepedulian pemerintah Cina dalam meminimalkan polusi udara. Total investasi yang dikeluarkan sekira 33 juta dolar AS. Bus ini akan mengalami uji coba, layaknya di negara-negara maju yang telah mencoba prototipe bus fuel cell selama lima tahun.
Teknologi sederhana
fuel cell adalah alat konversi energi elektrokimia yang akan mengubah hidrogen dan oksigen menjadi air, secara bersamaan menghasilkan energi listrik dan panas dalam prosesnya. fuel cell merupakan suatu bentuk teknologi sederhana seperti baterai yang dapat diisi bahan bakar untuk mendapatkan energinya kembali, dalam hal ini yang menjadi bahan bakar adalah oksigen dan hidrogen.
Layaknya sebuah baterai, segala jenis fuel cell memiliki elektroda positif dan negatif atau disebut juga katoda dan anoda. Reaksi kimia yang menghasilkan listrik terjadi pada elektroda. Selain elektroda, satu unit fuel cell terdapat elektrolit yang akan membawa muatan-muatan listrik dari satu elektroda ke elektroda lain, serta katalis yang akan mempercepat reaksi di elektroda. Umumnya yang membedakan jenis-jenis fuel cell adalah material elektrolit yang digunakan. Arus listrik serta panas yang dihasilkan setiap jenis fuel cell merupakan produk samping reaksi kimia yang terjadi di katoda dan anoda.
Karena energi yang diproduksi fuel cell merupakan reaksi kimia pembentukan air, alat konversi energi elektrokimia ini tidak akan menghasilkan efek samping yang berbahaya bagi lingkungan seperti alat konversi energi konvensional (misalnya proses pembakaran pada mesin mobil). Sedangkan dari segi efisiensi energi, penerapan fuel cell pada baterai portable seperti pada handphone atau laptop akan sepuluh kali tahan lebih lama dibandingkan dengan baterai litium. Dan untuk mengisi kembali energi akan lebih cepat karena energi yang digunakan bukan listrik, tetapi bahan bakar berbentuk cair atau gas.
Cara kerja suatu unit fuel cell dapat diilustrasikan dengan jenis PEMFC (proton exchange membrane fuel cell). Jenis ini adalah jenis fuel cell yang menggunakan reaksi kimia paling sederhana. PEMFC memiliki empat elemen dasar seperti kebanyakan jenis fuel cell.
Pertama, anoda sebagai kutub negatif fuel cell. Anoda merupakan elektroda yang akan mengalirkan elektron yang lepas dari molekul hidrogen sehingga elektron tersebut dapat digunakan di luar sirkuit. Pada materialnya terdapat saluran-saluran agar gas hidrogen dapat menyebar ke seluruh permukaan katalis.
Kedua, katoda sebagai kutub elektroda positif fuel cell yang juga memiliki saluran yang akan menyebarkan oksigen ke seluruh permukaan katalis. Katoda juga berperan dalam mengalirkan elektron dari luar sirkuit ke dalam sirkuit sehingga elektron-elektron tersebut dapat bergabung dengan ion hidrogen dan oksigen untuk membentuk air.
Ketiga, elektrolit. Yang digunakan dalam PEMFC adalah membran pertukaran proton (proton exchange membrane/PEM). Material ini berbentuk seperti plastik pembungkus yang hanya dapat mengalirkan ion bermuatan positif. Sedangkan elektron yang bermuatan negaif tidak akan melalui membran ini. Dengan kata lain, membran ini akan menahan elektron.
Keempat, katalis yang digunakan untuk memfasilitasi reaksi oksigen dan hidrogen. Katalis umumnya terbuat dari lembaran kertas karbon yang diberi selapis tipis bubuk platina. Permukaan katalis selalu berpori dan kasar sehingga seluruh area permukaan platina dapat dicapai hidrogen dan oksigen. Lapisan platina katalis berbatasan langsung dengan membran penukar ion positif, PEM.
Pada ilustrasi cara kerja PEMFC, diperlihatkan gas hidrogen yang memiliki tekanan tertentu memasuki fuel cell di kutub anoda. Gas hidrogen ini akan bereaksi dengan katalis dengan dorongan dari tekanan. Ketika molekul H2 kontak dengan platinum pada katalis, molekul akan terpisah menjadi dua ion H+ dan dua elektron (e-). Elektron akan mengalir melalui anoda, elektron-elektron ini akan membuat jalur di luar sirkuit fuel cell dan melakukan kerja listrik, kemudian mengalir kembali ke kutub katoda pada fuel cell.
Di sisi lain, pada kutub katoda fuel cell, gas oksigen (O2) didorong gaya tekan kemudian bereaksi dengan katalis membentuk dua atom oksigen. Setiap atom oksigen ini memiliki muatan negatif yang sangat besar. Muatan negatif ini akan menarik dua ion H+ keluar dari membran PEM, lalu ion-ion ini bergabung dengan satu atom oksigen dan elektron-elektron dari luar sirkuit untuk membentuk molekul air (H2O).
Pada satu unit fuel cell terjadi reaksi kimia yang terjadi di anoda dan katoda. Reaksi yang terjadi pada anoda adalah 2 H2 --> 4 H+ + 4 e-. Sementara reaksi yang terjadi pada katoda adalah 2 + 4 H+ + 4e- --> 2 H2O. Sehingga keseluruhan reaksi pada fuel cell adalah 2H2 + O2 --> 2 H2O. Hasil samping reaksi kimia ini adalah aliran elektron yang menghasilkan arus listrik serta energi panas dari reaksi.
Satu unit fuel cell ini menghasilkan energi kurang lebih 0,7 volt. Karena itu untuk memenuhi energi satu baterai handphone atau menggerakkan turbin gas dan mesin mobil, dibutuhkan berlapis-lapis unit fuel cell dikumpulkan menjadi satu unit besar yang disebut sebagai fuel cell stack.
Pengembangan "fuel cell"
Para peneliti terus mengembangkan teknologi fuel cell agar lebih efisien, tidak mahal, dan mudah digunakan. Sistem fuel cell banyak mengalami pengembangan pada jenis elektrolitnya. Adanya perubahan jenis elektrolit juga merekayasa jenis material dan sistem elektrodanya. Beberapa jenis elektrolit yang telah dikembangkan para penemu antara lain cairan alkali (alkali fuel cell/AFC), cairan karbonat (molten carbonate fuel cells/MCFC), asam fosfat (phosphoric acid fuel cells/PAFC), membran pertukaran proton (proton exchange membrane fuel cells/PEMFC), serta oksida padat (solid oxide fuel cells/SOFC).
Kebutuhan bahan bakar fuel cell juga bergantung pada jenis elektrolit tersebut, beberapa membutuhkan gas hidrogen murni. Sehingga dibutuhkan suatu alat yang disebut reformer untuk memurnikan bahan bakar hidrogen. Sedangkan pada elektrolit yang tidak membutuhkan gas hidrogen murni, dapat bekerja efisien pada temperatur tinggi. Dan pada beberapa elektrolit cair, membutuhkan tekanan tertentu untuk mendorong gas hidrogen.
Bahan bakar yang biasanya menggunakan gas hidrogen bertekanan tinggi atau hidrogen cair bagi fuel cell, mulai mengalami perubahan seiring berkembangnya teknologi reformer. Sehingga tak perlu membawa tabung gas hidrogen atau hidrogen cair yang mudah meledak serta mahal. Salah satu jenis bahan bakar yang digunakan adalah metanol yang diubah reformer menjadi gas hidrogen.
Teknologi reformer terbaru adalah menggunakan natrium borohidrida cair untuk menghasilkan gas hidrogen murni. Seperti yang dikembangkan perusahaan Millenium Cell. Reaksi kimia teknologi ini dapat digambarkan sebagai berikut :
NaBH4 (aqueous solution) + 2H2O katalis 4H2 + NaBO2 (aqueous solution) + panas
Teknologi perusahaan ini menunjukkan beberapa potensi kelebihan antara lain, natrium borohidrida (sodium borohydride/SBH) adalah material tidak mudah terbakar pada suhu dan tekanan ruang, dan tidak perlu murni dan dapat dilarutkan dengan air, sehingga mudah dibawa, dapat mengontrol produksi hidrogen, waktu beroperasi lebih lama. Katalis itu juga tidak menunjukkan kerusakan selama lebih dari 600 jam operasi reformer sehingga lebih tahan lama, gas hidrogen bebas dari produksi sulfur atau karbon, serta natrium borat yang dihasilkan dapat digunakan kembali untuk membentuk natrium borohidrida pada energi tertentu.
Saat ini, penerapan fuel cell sebagai sumber energi sudah banyak digunakan di seluruh belahan dunia, antara lain pada mesin mobil, bus, baterai portable untuk handphone, laptop, PDA, pembangkit energi listrik, atau generator-generator pada gedung-gedung, rumah sakit, bandara, dan rumah tangga. Sementara di Indonesia, pengembangan fuel cell baru memasuki tahap pengembangan pembangkit listrik skala kecil atau sekira 2 kW dan akan dikomersialisasikan tahun 2005.
Konsorsium fuel cell di Indonesia saat ini telah menghimpun berbagai lembaga dan institusi penelitian konversi energi, dan mulai melibatkan kalangan industri seperti Pertamina dan Medco group. Peran industri dan kebijakan pemerintah sangat berpengaruh bagi pengembangan teknologi fuel cell dalam rangka pasokan energi bagi masyarakat Indonesia. Sangat dibutuhkan strategi pemasaran serta investasi bagi riset dan pengembangan alat konversi energi ini.
Kesempatan Indonesia untuk menerapkan fuel cell dalam rangka meningkatkan sektor industri tanpa merusak sektor pertanian dan perkebunan. Bayangkan berjuta-juta mobil lalu-lalang tanpa menghasilkan asap beracun, melainkan uap air yang mampu melestarikan dan menghijaukan
Teknologi konvensional menggunakan minyak bumi sebagai sumber energi dipandang kurang efisien serta menimbulkan polusi udara. Pembakaran minyak bumi menghasilkan karbon monoksida (CO) dan karbondioksida (CO2) yang berbahaya. Sebagai solusi, baru-baru ini telah dikembangkan teknologi fuel cell yang terus mengalami riset dan pengembangan di beberapa negara maju. Teknologi fuel cell ini dipandang lebih efisien, tidak menimbulkan polusi seperti halnya pembangkit energi tenaga minyak bumi.
Beberapa negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat, Jerman, Inggris, dan Prancis sudah mulai menerapkan teknologi fuel cell pada pembangkit energi di gedung-gedung bertingkat dan rumah tangga, bus, mobil, atau alat-alat elektronik seperti PDA dan handphone dalam bentuk prototipe. Bahkan, beberapa pihak sudah mengomersialkan teknologi ini seperti yang dilakukan pabrikan Toyota dan Mercedes benz.
Dana yang dibutuhkan dalam mengembangkan dan mewujudkan teknologi energi yang ramah lingkungan membutuhkan investasi yang sangat besar. Baru-baru ini pemerintah Cina bekerja sama dengan UNDP (United Nations Development Program) dan GEF (Global Environment Fund) akan memesan enam unit bus tenaga fuel cell sebagai bentuk kepedulian pemerintah Cina dalam meminimalkan polusi udara. Total investasi yang dikeluarkan sekira 33 juta dolar AS. Bus ini akan mengalami uji coba, layaknya di negara-negara maju yang telah mencoba prototipe bus fuel cell selama lima tahun.
Teknologi sederhana
fuel cell adalah alat konversi energi elektrokimia yang akan mengubah hidrogen dan oksigen menjadi air, secara bersamaan menghasilkan energi listrik dan panas dalam prosesnya. fuel cell merupakan suatu bentuk teknologi sederhana seperti baterai yang dapat diisi bahan bakar untuk mendapatkan energinya kembali, dalam hal ini yang menjadi bahan bakar adalah oksigen dan hidrogen.
Layaknya sebuah baterai, segala jenis fuel cell memiliki elektroda positif dan negatif atau disebut juga katoda dan anoda. Reaksi kimia yang menghasilkan listrik terjadi pada elektroda. Selain elektroda, satu unit fuel cell terdapat elektrolit yang akan membawa muatan-muatan listrik dari satu elektroda ke elektroda lain, serta katalis yang akan mempercepat reaksi di elektroda. Umumnya yang membedakan jenis-jenis fuel cell adalah material elektrolit yang digunakan. Arus listrik serta panas yang dihasilkan setiap jenis fuel cell merupakan produk samping reaksi kimia yang terjadi di katoda dan anoda.
Karena energi yang diproduksi fuel cell merupakan reaksi kimia pembentukan air, alat konversi energi elektrokimia ini tidak akan menghasilkan efek samping yang berbahaya bagi lingkungan seperti alat konversi energi konvensional (misalnya proses pembakaran pada mesin mobil). Sedangkan dari segi efisiensi energi, penerapan fuel cell pada baterai portable seperti pada handphone atau laptop akan sepuluh kali tahan lebih lama dibandingkan dengan baterai litium. Dan untuk mengisi kembali energi akan lebih cepat karena energi yang digunakan bukan listrik, tetapi bahan bakar berbentuk cair atau gas.
Cara kerja suatu unit fuel cell dapat diilustrasikan dengan jenis PEMFC (proton exchange membrane fuel cell). Jenis ini adalah jenis fuel cell yang menggunakan reaksi kimia paling sederhana. PEMFC memiliki empat elemen dasar seperti kebanyakan jenis fuel cell.
Pertama, anoda sebagai kutub negatif fuel cell. Anoda merupakan elektroda yang akan mengalirkan elektron yang lepas dari molekul hidrogen sehingga elektron tersebut dapat digunakan di luar sirkuit. Pada materialnya terdapat saluran-saluran agar gas hidrogen dapat menyebar ke seluruh permukaan katalis.
Kedua, katoda sebagai kutub elektroda positif fuel cell yang juga memiliki saluran yang akan menyebarkan oksigen ke seluruh permukaan katalis. Katoda juga berperan dalam mengalirkan elektron dari luar sirkuit ke dalam sirkuit sehingga elektron-elektron tersebut dapat bergabung dengan ion hidrogen dan oksigen untuk membentuk air.
Ketiga, elektrolit. Yang digunakan dalam PEMFC adalah membran pertukaran proton (proton exchange membrane/PEM). Material ini berbentuk seperti plastik pembungkus yang hanya dapat mengalirkan ion bermuatan positif. Sedangkan elektron yang bermuatan negaif tidak akan melalui membran ini. Dengan kata lain, membran ini akan menahan elektron.
Keempat, katalis yang digunakan untuk memfasilitasi reaksi oksigen dan hidrogen. Katalis umumnya terbuat dari lembaran kertas karbon yang diberi selapis tipis bubuk platina. Permukaan katalis selalu berpori dan kasar sehingga seluruh area permukaan platina dapat dicapai hidrogen dan oksigen. Lapisan platina katalis berbatasan langsung dengan membran penukar ion positif, PEM.
Pada ilustrasi cara kerja PEMFC, diperlihatkan gas hidrogen yang memiliki tekanan tertentu memasuki fuel cell di kutub anoda. Gas hidrogen ini akan bereaksi dengan katalis dengan dorongan dari tekanan. Ketika molekul H2 kontak dengan platinum pada katalis, molekul akan terpisah menjadi dua ion H+ dan dua elektron (e-). Elektron akan mengalir melalui anoda, elektron-elektron ini akan membuat jalur di luar sirkuit fuel cell dan melakukan kerja listrik, kemudian mengalir kembali ke kutub katoda pada fuel cell.
Di sisi lain, pada kutub katoda fuel cell, gas oksigen (O2) didorong gaya tekan kemudian bereaksi dengan katalis membentuk dua atom oksigen. Setiap atom oksigen ini memiliki muatan negatif yang sangat besar. Muatan negatif ini akan menarik dua ion H+ keluar dari membran PEM, lalu ion-ion ini bergabung dengan satu atom oksigen dan elektron-elektron dari luar sirkuit untuk membentuk molekul air (H2O).
Pada satu unit fuel cell terjadi reaksi kimia yang terjadi di anoda dan katoda. Reaksi yang terjadi pada anoda adalah 2 H2 --> 4 H+ + 4 e-. Sementara reaksi yang terjadi pada katoda adalah 2 + 4 H+ + 4e- --> 2 H2O. Sehingga keseluruhan reaksi pada fuel cell adalah 2H2 + O2 --> 2 H2O. Hasil samping reaksi kimia ini adalah aliran elektron yang menghasilkan arus listrik serta energi panas dari reaksi.
Satu unit fuel cell ini menghasilkan energi kurang lebih 0,7 volt. Karena itu untuk memenuhi energi satu baterai handphone atau menggerakkan turbin gas dan mesin mobil, dibutuhkan berlapis-lapis unit fuel cell dikumpulkan menjadi satu unit besar yang disebut sebagai fuel cell stack.
Pengembangan "fuel cell"
Para peneliti terus mengembangkan teknologi fuel cell agar lebih efisien, tidak mahal, dan mudah digunakan. Sistem fuel cell banyak mengalami pengembangan pada jenis elektrolitnya. Adanya perubahan jenis elektrolit juga merekayasa jenis material dan sistem elektrodanya. Beberapa jenis elektrolit yang telah dikembangkan para penemu antara lain cairan alkali (alkali fuel cell/AFC), cairan karbonat (molten carbonate fuel cells/MCFC), asam fosfat (phosphoric acid fuel cells/PAFC), membran pertukaran proton (proton exchange membrane fuel cells/PEMFC), serta oksida padat (solid oxide fuel cells/SOFC).
Kebutuhan bahan bakar fuel cell juga bergantung pada jenis elektrolit tersebut, beberapa membutuhkan gas hidrogen murni. Sehingga dibutuhkan suatu alat yang disebut reformer untuk memurnikan bahan bakar hidrogen. Sedangkan pada elektrolit yang tidak membutuhkan gas hidrogen murni, dapat bekerja efisien pada temperatur tinggi. Dan pada beberapa elektrolit cair, membutuhkan tekanan tertentu untuk mendorong gas hidrogen.
Bahan bakar yang biasanya menggunakan gas hidrogen bertekanan tinggi atau hidrogen cair bagi fuel cell, mulai mengalami perubahan seiring berkembangnya teknologi reformer. Sehingga tak perlu membawa tabung gas hidrogen atau hidrogen cair yang mudah meledak serta mahal. Salah satu jenis bahan bakar yang digunakan adalah metanol yang diubah reformer menjadi gas hidrogen.
Teknologi reformer terbaru adalah menggunakan natrium borohidrida cair untuk menghasilkan gas hidrogen murni. Seperti yang dikembangkan perusahaan Millenium Cell. Reaksi kimia teknologi ini dapat digambarkan sebagai berikut :
NaBH4 (aqueous solution) + 2H2O katalis 4H2 + NaBO2 (aqueous solution) + panas
Teknologi perusahaan ini menunjukkan beberapa potensi kelebihan antara lain, natrium borohidrida (sodium borohydride/SBH) adalah material tidak mudah terbakar pada suhu dan tekanan ruang, dan tidak perlu murni dan dapat dilarutkan dengan air, sehingga mudah dibawa, dapat mengontrol produksi hidrogen, waktu beroperasi lebih lama. Katalis itu juga tidak menunjukkan kerusakan selama lebih dari 600 jam operasi reformer sehingga lebih tahan lama, gas hidrogen bebas dari produksi sulfur atau karbon, serta natrium borat yang dihasilkan dapat digunakan kembali untuk membentuk natrium borohidrida pada energi tertentu.
Saat ini, penerapan fuel cell sebagai sumber energi sudah banyak digunakan di seluruh belahan dunia, antara lain pada mesin mobil, bus, baterai portable untuk handphone, laptop, PDA, pembangkit energi listrik, atau generator-generator pada gedung-gedung, rumah sakit, bandara, dan rumah tangga. Sementara di Indonesia, pengembangan fuel cell baru memasuki tahap pengembangan pembangkit listrik skala kecil atau sekira 2 kW dan akan dikomersialisasikan tahun 2005.
Konsorsium fuel cell di Indonesia saat ini telah menghimpun berbagai lembaga dan institusi penelitian konversi energi, dan mulai melibatkan kalangan industri seperti Pertamina dan Medco group. Peran industri dan kebijakan pemerintah sangat berpengaruh bagi pengembangan teknologi fuel cell dalam rangka pasokan energi bagi masyarakat Indonesia. Sangat dibutuhkan strategi pemasaran serta investasi bagi riset dan pengembangan alat konversi energi ini.
Kesempatan Indonesia untuk menerapkan fuel cell dalam rangka meningkatkan sektor industri tanpa merusak sektor pertanian dan perkebunan. Bayangkan berjuta-juta mobil lalu-lalang tanpa menghasilkan asap beracun, melainkan uap air yang mampu melestarikan dan menghijaukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar